Saturday, June 8, 2013

Dari trader forex ke reksadana - Kontan



JAKARTA. Pernah menjadi trader valuta asing, mengajarkan banyak hal pada Dharma Djojonegoro, Presiden Direktur PT Multi Nitrotama Kimia, dalam berinvestasi. Kini, ia lebih berhati-hati dan menimbang risiko kala membiakkan dana.


Tahun 1997 silam, seusai menempuh pendidikan sarjana di Amerika Serikat (AS), Dharma berkarier sebagai trader efek di Citibank. Kala itu menjelang krisis moneter. Dharma mulai berdagang dollar AS kala harganya masih Rp 2.500 per dollar.


Enam bulan kemudian, harga dollar AS melambung tinggi hingga Rp 17.000 per dollar AS. Trader dollar AS kala itu menjadi sosok paling populer di kalangan pelaku pasar. Ini karena investor bisa untung besar dari lonjakan harga.


Pergerakan dollar sangat volatile kala itu. Situasi pasar seperti ini menguntungkan bagi trader. Meski sebagai warga negara, Dharma juga khawatir dengan krisis moneter dan gejolak sosial yang mengikutinya.


Perusahan tempat Dharma bekerja tak selalu untung.Bahkan sempat rugi hingga US$ 1 juta dalam sehari. “Kami sampai dipanggil ke kamar bos, kirain mau dipecat,” kenang Dharma. Untung, kerugian bisa dipulihkan.


Dari sini, ia belajar banyak hal. Pertama, daily trading itu murni soal sentimen. Data-data pasar yang pada enam bulan lalu diartikan positif, pada bulan-bulan berikutnya data yang sama bisa diartikan negatif. Semua tergantung arah pasar.


Kedua, soal psikologi. Psikologi seorang trader berbeda dengan psikologi manusia pada umumnya. Lazimnya, jika mendapatkan profit, orang ingin segera mengeksekusi profit tersebut. Kalau rugi, orang umumnya tetap menunggu dengan harapan akan ada kenaikan.


Tapi, kata Dharma, bagi trader, kalau profit, let it run and cut loss quickly. Artinya seorang trader lebih suka mengakumulasi profit semaksimal mungkin dan cut loss secepatnya jika rugi.


Pengalaman empat tahun sebagai trader ini tak membuat Dharma kemudian memutuskan pilihan hidup sebagai trader. Kini, sekitar 80% portofolio investasi, ia tanam di reksadana. Secara psikologis, ia merasa kurang cocok terus bergelut di dunia trading efek. Dia lebih suka berinvestasi dengan memperhatikan aspek fundamental ketimbang sekadar sentimen pasar. “Saya lebih suka membeli sesuatu dan tahan untuk tiga tahun misalnya,” ujar Dharma.


Apalagi, sejak bekerja sebagai direktur utama PT Multi Nitrotama Kimia, ia tak punya banyak waktu untuk trading. Lewat reksadana, ia bisa menanam investasi di berbagai instrumen seperti obligasi, saham dan dollar AS.


Dalam memilih reksadana, ia memperhatikan nama besar. “Jangan yang aneh-aneh dan tidak pernah didengar,” imbuh Dharma.
Ia juga suka menaruh dana di reksadana yang fleksibel dalam penempatan dana investasi. Sebab, diversifikasi sangat penting dalam berinvestasi. Dengan diversifikasi, risiko akan tersebar.


Tapi, investasi di reksadana tak selalu menguntungkan. Ia punya pengalaman pahit dengan salah satu reksadana yang cukup memiliki nama besar.


Tahun 2008, sebuah skandal terkait penyebaran rumor perbankan menimpa salah satu sekuritas pelat merah. Investor ramai-ramai menarik dana dari reksadana tersebut. Pilihan waktu itu bagi Dharma adalah membiarkan dananya lenyap atau segera cut loss. Ia putuskan untuk cut loss meski rugi besar. “Waktu itu tidak ada informasi apa-apa,” kenangnya.


Selain di reksadana, Dharma berinvestasi saham. Dalam membeli saham, ia lebih memperhatikan aspek fundamental. Hal terpenting adalah prospek dan kekuatan perusahan ke depan. “Kalau di reksadana, kita menyerahkan semua dana kita dikelola orang lain, di saham kita sendiri yang mengelolanya,” terang dia.


Hanya sekali merilis album rekaman


Menyanyi adalah salah satu bakat terpendam Dharma. Ini pula alasan Dharma ketika ia merilis album pertama dan satu-satunya di dunia tarik suara, Tanpa Senyummu. Kala itu tahun 1996, kenang Dharma, ia harus bolak-balik AS tempatnya kuliah dan Indonesia untuk membuat album ini.


Salah satu musisi yang digandengnya adalah Dewa Budjana, gitaris grup band Gigi. Setelah membuat kaset demo, Dharma yang memakai nama panggung Ananta ini harus bergerilya ke berbagai label besar. Gayung pun bersambut. Musica siap merilis album tersebut.


Sayang, respon pasar tak terlalu bagus. Industri musik yang makin kompetitif dan sangat berorientasi pasar dianggap kurang pas bagi dirinya.


Akhirnya, Dharma memutuskan untuk berhenti dari dunia tarik suara. Namun, menyanyi memang sudah lekat dengan Dharma. Ia masih terus menyalurkan hobi ini bersama keluarga. Bapak dua anak ini sering bernyanyi diringi gitar. Apalagi kedua anaknya juga suka berkaraoke. Klop, jadilah keluarga ini sering ke karaoke di akhir pekan.


Lewat perjalanan panjang ini, Dharma akhirnya menyadari bakat utamanya di dunia bisnis. Kala usianya 6 tahun, ia suka berimajinasi sebagai penjual es krim. “Waktu itu ketika ke restoran sama orang tua, saya suka melipat kain serbet restoran hingga berbentuk seperti es krim kemudian menjualnya,” kenangnya.





Dari trader forex ke reksadana - Kontan

No comments:

Post a Comment