Jakarta -Indonesia hanya memiliki 6 kilang minyak yang usianya sudah tua. Akibatnya, kilang menjadi tidak efisien sehingga biaya produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih mahal dibandingkan impor.
Pelaksana Tugas Direktur Hilir Kementerian ESDM Muhammad Riswan mengatakan, sebenarnya sejak berlakunya Undang-undang Migas No 22/2001, banyak investor yang berminat membangun kilang di Indonesia.
“Total tercatat yang berminat ada 22 investor, mereka mau bangun kilang ada yang di Aceh, Jawa, Kalimantan, sampai Papua. Tapi karena di UU Migas tidak ada pemberian insentif bagi pembangunan kilang, mulai satu per satu investor mudur,” kata Riswan di acara Workshop Value Creation Refining Day 2015 di kantor pusat PT Pertamina (Persero), Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Riswan mengatakan, setelah beberapa tahun kebutuhan akan kilang sangat mendesak. Pertamina sendiri pernah menggandeng 2 perusahaan asing yakni Saudi Aramco dan Kuwait Petroleum untuk membangun kilang di Indonesia.
“Namun investor ini meminta banyak sekali insentif yang akhirnya tidak bisa dikabulkan pemerintah. Akhirnya pada 2012-2013 pemerintah mencari jalan keluar untuk bangun kilang dengan biaya sendiri. Dianggarkan Rp 90 triliun untuk bangun kapasitas kilang 1 x 300.000 barel/hari. Tapi karena dananya yang sangat besar dikhawatirkan akan ganggu keuangan negara,” ungkapnya.
“Saat ini pemerintah pakai cara terakhir yakni kerjasama pemerintah dan swasta (KPS). Melalui Pertamina, pemerintah menyediakan tanahnya. Ini sebagai salah satu insentif, dan ada beberapa insentif lainnya. Sebentar lagi akan ditender oleh Pertamina, kita lihat siapa investor yang dipilih. Semoga skema ini berhasil,” sambungnya.
Pengamat energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, negara lain bisa membangun kilang minyak karena pemerintahnya tidak hanya memperhitungkan dari sisi ekonomi tetapi juga ketahanan energi nasional.Next
(rrd/hds)
Ada 22 Investor Berminat Bangun Kilang di RI Tapi Mundur, Kenapa?
No comments:
Post a Comment