Jakarta -Indonesia saat ini masih defisit atau kekurangan jumlah penerbang alias pilot baru. Padahal, permintaan pilot baru dari maskapai penerbangan nasional terus bertambah, seiring kehadiran armada-armada baru.
Setiap tahunnya kebutuhan pilot mencapai 800 orang, sementara sekolah penerbang dalam negeri hanya mampu memasok hampir setengahnya. Tantangan ini tidak lepas dari kemampuan sekitar 24 sekolah penerbang swasta nasional, di luar sekolah penerbang pemerintah, dalam melahirkan pilot-pilot baru.
Sekjen Asosiasi Pendidikan Penerbangan Indonesia Chappy Nasution menjelaskan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi sekolah penerbang swasta nasional.
Tantangan pertama, sekolah penerbang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendatangkan pesawat latih (single engine). Alasannya, pemerintah mengenakan bea masuk atau Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 67,5%, serta tambahan biaya-biaya lain, sehingga total beban ini bisa mencapai 100%.
Artinya untuk mendatangkan pesawat latih seharga Rp 1 miliar, sekolah pilot wajib membayar pajak dan biaya lainnya sebesar Rp 1 miliar.
“Harga pesawat dengan modern teknologi harganya antara US$ 100.000 sampai US$ 200.000. Ada bea masuk 67,5% terus ditambah ini dan itu jadi 100%,” kata Chappy kepada detikFinance, Kamis (27/11/2014).
Kondisi ini jauh berbeda dengan negara maju dan negeri tetangga. Untuk sekolah penerbang di luar negeri, pajak barang mewah justru 0% alias tidak dikenakan.Next
(feb/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Keluhan Sekolah Penerbang RI, Sulit Cari BBM hingga Mahalnya Pajak Pesawat
No comments:
Post a Comment