Jakarta -Kalangan pengusaha berharap para buruh tak terus-terusan mendesak menuntut kesejahteraan dengan mendesak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP/UMK) lebih tinggi. Sesuai aturan undang-undang, UMP hanya sebagai jaring pengaman bagi pekerja lajang alias belum menikah di bawah usia kerja 1 tahun.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan seharusnya para buruh atau serikat pekerja mengedepankan negosiasi bipartit dengan perusahaan soal kenaikan kesejahteraan, bukan terus-terusan mendesak kenaikan UMP.
“Upah minimum itu memang tak boleh tinggi. Itu hanya untuk lajang dan masa kerja 1 tahun,” kata Anton kepada detikFinance, Kamis (27/11/2014)
Menurut Anton, setelah masa kerja lebih dari satu tahun, buruh bisa melakukan negosiasi dengan perusahaan, terkait kinerja, produktivitas dan sebagainya. Bila negosiasi menemui jalan buntu, buruh punya hak untuk melakukan aksi mogok kerja, karena diatur sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan dan aturan di bawahnya.
Sesuai dengan Permanakertrans No 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Pada Pasal 15 berbunyi Upah Minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh
yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun.
“Jadi kalau bicara kesejahteraan (tambah upah), itu ada di bipartit kalau UMP itu hanya safety net (jaring pengamanan), agar tak ada kesewenang-wenangan oleh perusahaan,” katanya.
Namun di sisi lain, kalangan pengusaha mengakui di antara mereka masih ada yang masih tega menetapkan upah hanya berdasarkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Bahkan ada perusahaan yang tak punya struktur pengupahan sehingga hanya berpatokan pada nilai dan besaran kenaikan UMP setiap tahun.Next
(hen/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Ingat! UMP Hanya untuk Pekerja Lajang di Bawah 1 Tahun
No comments:
Post a Comment