Jakarta -Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menegaskan tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Oleh karena itu, kenaikan harga sepertinya akan ditempuh saat pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo.
Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Neraca Statistik dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), mengemukakan sejumlah skenario kenaikan harga BBM. Bila kebijakan itu diambil Oktober atau November 2014, dampaknya terhadap inflasi tidak terlalu signifikan.
“Kalau (kenaikan harga) Rp 1.000 per liter, dampak inflasinya 0,38%. Kalau Rp 2.000 per liter dampaknya minimal 0,76%,” sebut Sasmito, Senin (1/9/2014).
Efek inflasi, lanjut Sasmito, akan berlangsung selama satu tahun ke depan. Sehingga inflasi akan kembali normal pada November tahun depan.
“Keseluruhan dampak BBM baru hilang satu tahun berikutnya,” ujarnya.
Menurut Sasmito, akan ada efek tidak langsung akibat kenaikan harga BBM. Di antaranya yang cukup signifikan adalah kenaikan tarif angkutan umum. Di samping juga akan mempengaruhi harga pangan serta makanan dan minuman jadi.
“Bisanya tarif angkutan kota bakal naik 2,5%. Jadi kalau angkutan kota sekarang Rp 3.000 terus naik Rp 500 perak, maka kenaikan harga sekitar 1/16%,” paparnya.
Akan tetapi, tambah Sasmito, dampak terhadap tarif angkutan umum bisa diredam dengan pemberian subsidi. Kenaikan biaya transportasi akan ditanggung oleh pemerintah.
“Kalau angkutannya disubsidi, maka tidak ada dampak inflasi,” sebut Sasmito.
(mkl/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Ini Hitung-hitungan BPS Bila Harga BBM Naik November 2014
No comments:
Post a Comment