Jakarta -Sidang uji materil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga dihadiri oleh Ketua Masyarakat Suku Dayak, Eko. Eko hadir untuk memaparkan rusaknya lingkungan di Pulau Kalimantan karena kegiatan pertambangan.
“Dampak dari perusahaan tambang di Pulau Kalimantan cukup besar. Kami ingin pendirian smelter karena sekarang akibat kegiatan tambang yang tidak dibangun smelter timbul kerusakan lingkungan,” kata Eko dengan nada tinggi di dalam sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (01/09/2014).
Eko mencontohkan ada salah satu danau di wilayah Sangau Kalimantan rusak parah akibat kegiatan pertambangan. Padahal danau tersebut dianggap suci dan keramat oleh para leluhur Suku Dayak.
Kemudian dampak buruk lain yang dihasilkan adalah banyak jalan nasional yang rusak akibat truk pengangkut hasil tambang yang kelebihan muatan. Kemudian yang paling parah adalah pencemaran logam berat di Sungai Kapuas yang dianggap suci oleh Suku Dayak.
“Limbah pertambangan yang dibuang ke Sungai Kapuas yang kami anggap punya banyak nilai budaya. Ini ada perusahaan yang membuang limbah dibuang ke Sungai Kapuas,” tunjuk Eko saat memperlihatkan foto-foto kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva.
Ia meminta MK membuka mata agar keberatan yang diajukan pengusaha tidak ditanggapi. Buktinya banyak dampak negatif dari kegiatan pertambangan di Indonesia yang lebih banyak hanya mengeksploitasi sumber daya alam.
“Danau Layat di Kalimantan Barat sudah terancam aktivitas tambang bauksit oleh perusahaan DMP. Saya atas nama masyarakat Dayak menginginkan keadilan bagi kami karena kami sudah 69 tahun hak-hak kami dirampas,” katanya.
(wij/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Ini Protes Warga Adat Soal Dampak Penambangan di Kalimantan
No comments:
Post a Comment