Monday, March 11, 2013

Target Ekspor Mebel dan Kayu Rp 19 Triliun




TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menargetkan nilai ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia bisa mencapai US$ 2 miliar atau Rp 19,3 triliun tahun ini. Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan, peningkatan nilai ekspor ini bisa dicapai melalui program hilirisasi bahan baku kayu.



“Pemerintah sudah melarang ekspor bahan baku mentah sehingga ada kesempatan untuk menambah nilai produk baik kayu maupun rotan,” kata Hidayat saat membuka pameran IFFINA 2013, di Jakarta Internasional Expo Kemayoran, Jakarta, Senin 11 Maret 2013.



Menurut ia, program hilirisasi ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk memajukan industri mebel dan kerajinan melalui peningkatan nilai ekspor bahan baku kayu yang berasal dari hutan. Peningkatan nilai ekspor ini diperkuat dengan terbitnya regulasi mengenai legalitas kayu. Regulasi legalitas kayu ini bertujuan menjamin kayu asal Indonesia yang beredar di pasar dunia tidak diperoleh secara ilegal.



Menteri Hidayat menambahkan pemerintah telah menyusun sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) bagi pengelola hutan dan perusahaan pengolah bahan baku kayu untuk menerapkan ini. Ke depan, pemerintah ingin produk mebel dan kerajinan tidak lagi didapat dari kayu alam melainkan dari hutan tanaman.



“Dengan adanya SVLK maka perdagangan kayu domestik dan ekspor harus kayu legal. Ini juga menjadi jaminan kepercayaan negara lain dalam membeli produk Indonesia,” katanya.



Hidayat menyebutkan, nilai ekspor mebel dan kerajinan di Indonesia berfluktuasi karena dipengaruhi oleh perekonomian negara-negara pembeli. Tujuan utama ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia diantaranya ke Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Inggris, dan Belanda.



Pada 2008 nilai ekspor mencapai US$ 2,25 miliar, kemudian turun menjadi US$ 1,37 miliar pada 2009. Penurunan ini akibat krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir 2008 sehingga berimbas pada ekspor 2009.



Setahun kemudian yakni pada 2010, nilai ekspor naik kembali ke angka US$ 1,61 miliar. Namun turun pada 2011 menjadi US$ 1,34 miliar. “Ini karena market furniture di Eropa dan Amerika Serikat situasi ekonominya sedang tidak baik. Daya beli turun yang berdampak pada ekspor kita.”



Meskipun demikian, ekspor bisa dikendalikan dan naik menjadi US$ 1,41 miliar pada 2012. Peningkatan ekspor di tahun tersebut, kata Hidayat, merupakan dampak dari munculnya aturan pelarangan ekspor bahan baku.



Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono menambahkan, pihaknya mendukung penerapan SVLK sebagai bagian dari upaya memajukan industri mebel dan kerajinan. Namun, pengurusan SVLK memberatkan pengusaha skala kecil dan menengah karena biaya yang mahal.



“Biaya tinggi SVLK untuk sertifikat itu secara keseluruhan menghabiskan Rp 100 juta sampai Rp 150 juta,” ujarnya.



Untuk itulah, menurut ia, Asmindo tengah memperjuangkan dengan meminta penundaan pelaksanaan khusus untuk produk mebel dan kerajinan hingga Januari 2014. Ini mundur satu tahun dibanding mandatory penerapan SVLK yang ditetapkan maksimal Maret 2013 ini.



ROSALINA



 




Berita Terpopuler:


Curhat Rustriningsih Kenapa Tak Lolos Cagub 


Jusuf Kalla: TNI Terlalu Lama Tak Berkegiatan 


Dukungan Polri di Bawah Kemendagri Meluas


Sosiolog: Carikan TNI Pendapatan Tambahan 


Duit Suap Djoko untuk DPR Diberikan di Parkiran 


3 Nama yang Layak Gantikan Anas Urbaningrum


Ini Cara Densus Kejar Buron di Poso 


Prakosa Tak Tahu Mengapa Dicopot dari Ketua BK DPR


Teroris Dalang Video Kekerasan Densus? 


Kongres Luar Biasa Demokrat Sebelum 9 April 2013





Target Ekspor Mebel dan Kayu Rp 19 Triliun

No comments:

Post a Comment